ajibpol
SEJARAH KITA

Berpulangnya “The Silent Endorser” Pejuang Pemikir Banteng: Kenangan Dari Kawan Seiring DKL

Disarikan dari kultwit twitter Darmono Lawi @DharmonoL, 6 September 2020 (Catatan Dharmono Lawi di Ulang Tahun alm Cornelis Lay)

Aku melaporkan pada kesempatan pertama ke Bung Conny (panggilan dekat untuk Prof. Dr. Cornelis Lay, MA). Laporan yang direspon klise dengan jawaban yang menggugah tanya: “Congrats & Success”. Apakah tugas ini juga datang dari endorser? Wallahu ‘alam. Yang pasti dalam tempo 2 minggu kami mandiri berkantor di Jl. Cokro Aminoto No 113, Menteng Jakarta, sesuai arahan, lokasinya tidak jauh dari DPP PDI Perjuangan

Bagi Dharmono Lawi salah seorang kawan dekat almarhum Conny, ia lebih melihat Conny sering bekerja dalam senyap. Diam dan tidak banyak bicara di publik kecuali untuk hal yang penting atau keperluan ilmiah.

Pernah suatu ketika usai pidato kemenangan Jokowi-Jusuf Kalla dalam pemilu 2014. Dharmono dalam kesaksiannya menggambarkan suasana sunyi Conny: di seberang sana, di tempat ‘barangkali’ Conny sedang duduk sendiri atau entah bersama siapa. Setelah pidato kemenangan itu, di status smartphone nya tertulis: “Waktunya Mereka Berpesta!

Sebuah unggahan status smartphone Conny yang multi tafsir memang menurut Darmono. Tetapi menyebut “mereka” tentunya saja bukan “dirinya”. Fisiknya mulai tampak semakin ringkih dan senyum Conny tipis seperlunya. Kenang Dharmono Lawi.

Baca Juga :  Mbah Nurbesari: Jejak Misterius Perang Diponegoro di Pemalang

Lalu kejadian seputar tahun 2015, saat itu Kongres PDI Perjuangan di Denpasar, Bali. Bung Conny nampak sudah tidak hadir dalam Pembukaan.

Dan setelah itu, masih di tahun 2015, saya sedang di Jogja di rumah seorang senior. Saya di telpon Mas HK (barangkali inisial untuk Hasto Kristianto: pen) untuk saya hadir di Lenteng Agung. Kuingat pesannya saat itu, 2 hari lagi pelantikan Badan Otonom DPP: BP-Pemilu Pusat 2015-2020 sebagai sekretaris mendampingi Pak Teras Narang yang menjabat ketuanya. SK diteken oleh Ketua Umum dan Mas HK. Insya Allah. Kerja keras, tuntas dan ikhlas, tekadnya.

Dharmono Lawi menyebut komunitasnya sebagai “Kawan-kawan – Soul Mate” yang mulai aktif dalam politik praktis. Yang bertekad haqul yakin, bahwa mereka semua masuk dalam jajaran tugas administratif di DPP PDI Perjuangan berkat endorsement dari Bung Conny. Mudah-mudahan tidak lupa, pada Kongres di Semarang 2000 ada wajah baru yg tidak dikenal oleh senior (almarhum Mas TK (Taufik Kiemas) dan ditanya saat itu: “Hei siapa kamu!”

Cuitan Dharmono Lawi memberi kesan almarhum Bung Conny memang pejuang sunyi. Mengutip istilah orang-orang politik barangkali masuk dalam kategori ‘mereka yang berumah di atas awan’. Seorang endorser senyap (The Silent Endorser) bagi koleganya. Siapapun itu yang bisa merasakan dan memiliki pengalaman serupa, sebagaimana yang Dharmono Lawi rasakan tentu paham. Sudah barang tentu untaian terima kasih menyertainya.

Baca Juga :  Peristiwa Tiga Daerah di Pemalang Pasca Kemerdekaan :  Sejarah Revolusi Sosial

Berjuang Sejak Mahasiswa

Kilas balik mengingat masa aktivis mahasiswa dan setelahnya. Tahun-tahun1980-1987 -an, aktivis mahasiswa siapa yang tidak kenal Bung? Dikau trampil berbagi pengetahuan dan pandangan politik progresif. Kami dari Poros Joglosemar, (biasa dipakai menyebut daerah Jogja-Solo-Semarang: pen), intens berdiskusi dan mencoba membahas solusi. Senior baik sipil dan militer pun kagum terhadap cara pandang pemikiranmu untuk Indonesia Raya. Indonesia Raya yang selalu dicita-citakan.

Semenjak itu terus saja berjuang dan pada 1987 – 1998 sebagau Aktivis-Sarjana-Peneliti Conny semakin dikenal luas. Bung Conny dikenal dan disayang oleh sesama aktivis. Termasuk politisi yang waktu itu hanya ada 3 ruang kiprah sesuai tripod-politik pak Harto yaitu: Kuning-Hijau-Merah. PDI/ Merah, banyak dibantu dan terbantu oleh kehadiran peneliti muda, Drs. Cornelis Lay, MA.

Lantas di tahun-tahun selanjutnya 1998 – 2004 -an. Kami ikut (sibuk) antar-jemput Bung Conny, Cengkareng-Kebagusan pulang-pergi. Melewati jalan tikus keluar-masuk halaman dan pekarangan tetangga hingga ‘nyusup’ lewat pintu belakang atau samping nDalem (rumah) Kebagusan. Betapa kami bersuka-cita melihat Bung duduk berdua di meja bundar bersama Mbak Mega.

1 2 3

Artikel Lainnya