Diam dan Peduli Kawan Seiring
Hormat dan bangga menyelimuti perasaan kami secara wajar tidak berlebihan. Bung Conny sangat sadar memfilter informasi yg tidak perlu dibagi dan kami pun sungguh mahfum. Kami tidak merasa perlu mengejar info-info yang tidak perlu diketahui. Jadilah terbentuk semacam ‘Soul Mate’ yang lebih tepat disebut kawan seiring.
Kebersamaan yang indah dikenang. Celoteh sukacita, nyanyi bersama dan kegiatan produktif dibungkus sikap kejuangan yang di dapat dalam pergaulan Politik dengan “P” besar (dalam ilmu politik “P” berkonotasi pada substansi atau yang hakiki dari politik: pen). Setahuku yang selalu hadir di seputar giat-privat Bung Conny, termasuk kawan-kawan dari Jogja kecuali aku. Yang pasti tidak keliru ada masbro: AB, BW & HK (Aria Bima, Bambang “Pacul” Wuryanto dan Hasto Kristianto: pen).
Kenang Kedekatan Masa Lalu
Aku sebut tentu persoalan privat kalau urusannya juga antar pacaran ke Jl Talangbetutu, tempat kost mbak Jeanne Lokolo. Hingga mereka menikah di Grand Melia-Kuningan, Jakarta. Kami panitia kecil yang sibuk dalam persiapan hingga akomodasi keluarga mempelai dari Ambon dan Kupang -yang pergi pulang dengan Kapal Laut-.
Bahkan, kami (sebagai kawan seiring, turut bahagia saat mendengar Ny. Conny sedang hamil di Jogja. Ia memang mania nonton Bola Dunia. Tak heran hasilnya ananda Arki yang diceritakan sebagai anak ‘gila bola’ yang saben hari pulang dari lapangan bola pas temaram Maghrib. Karenanya suatu saat sengaja aku nitip belanja Kaos Ajax (ori) untuk ukurannya. Aku tahu, Bung Conny begitu cinta keluarga.
Teringat hal khusus darinya. Bung Conny pantang makan Jantung. Ceritanya, suatu hari, Bung Conny tinggal di rumahku di Bandung, kira-kira awal 1998. Kami hidangkan semur jantung sapi, yang memang biasa disajikan untuk makan di rumah. Kontan dia muntah-muntah parah dan aku lekas antar ke RS Advent Jalan Cihampelas. Langsung ditangani di UGD karena gangguan lambung dan dehidrasi.
Pejuang Pemikir
Sebagai alumni GmnI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) yang memiliki motto: “Pejuang-Pemikir, Pemikir-Pejuang”, Conny sangat peduli dan diam-diam selalu memonitor dinamika yang terjadi. Sebagai alumni juga tidak segan aktif dalam kegiatan komunitas, Forum Komunikasi Nasional/ FKN Alumni GmnI. Ingat saat itu atas dukungan senior (Menteri) Siswono Yudo Husodo, Bung Conny menerima tugas menyusun naskah ceramah pak Ruslan Abdulgani tentang Pancasila. Aku dapat kepercayaan untuk ikut membantu mengompilasi bersama mbak Rohana Simanjutak, terima kasih kukenang, terlibat dalam kerja intelektual. Disaat yang hampir sama tahun itujuga ada pernyataan sikap FKN-alumni GmnI agar Pak Harto mundur. Waktunya seminggu sebelum akhirnya Alumni ITB juga memberi pernyataan sikap.
Sebuah buku bertema ideologi dan dasar negara kita: Pancasila. Berjudul: Pancasila Perjalanan Sebuah Ideologi karya: Roeslan Abdulgani. Diterbitkan Gramedia Widiasarana Indonesia bekerja sama dengan FKN-Alumni GMNI, 1998. Terkait buku itu sudah diversi digitalkan tahun 2008: Original from the University of Michigan. Digitized 21 Oct 2008. Length 195 pages. (Dari Google Books). Al Fatihah untuk Jubir Usman (Juru Bicara USDEK-Manipol).
Tegak lurus adalah pilihan kader ketika bicara konteks berpartai. Sebagai petugas partai, kami tegak lurus. Puji Tuhan, Dharmono Lawi duluan terjun melalui DPRD Provinsi Jabar 1999, lanjut hijrah ke Provinsi Banten 2001 dan bertemu semua kawan-kawan di Senayan di DPR-RI 2004. Bung Conny saat itu sudah di “awang-awang” (di atas angin). Nyaris tidak ada rapat di DPP tanpamu (kawan seiring) yang saat itu tidak berpangkat struktural.
Senayan di tahun 2004-2009, boleh disebut arena persemaian kader muda PDI Perjuangan dan partai lain. Tampak merata wajah-wajah muda di semua Komisi dari semua Fraksi. Kawan muda seusia GP, IWK, HK (Ganjar Pranowo, I Wayang Koster, Hasto Kristianto dll), yang sekarang berbanjar jadi calon pemimpin masa depan. Dan dinamika, klik dan intrik pun mulai berujud.