ASAL-USUL, mediakita.co- Pada sekitar abad 16 hinggan 18, Desa Gombong termasuk Wilayah Pardikan. Artinya, wilayah Desa Gombong termasuk daerah yang memiliki kekhususan sehingga dibebaskan dari kewajiban membayar pajak atau upeti. Meskipun daerah ini dan Wilayah Pemalang pada umumnya saat itu masuk dalam kekuasaan Mataram.
Pada periode abad ini, dari cakupan Sejarah Pemalang, naskah-naskah babad menyajikan data beragam. Namun pada dekade ini, ada 2 (dua) tokoh kerajaan yang disebut-sebut pernah singgah dan berada di Pemalang. Proses singgahnya dua tokoh ini menjadi bagian penting dalam sejarah lahirnya Kabupaten Pemalang. Dua Tokoh tersebut adalah Pangeran Benowo dan Pangeran Purbaya.
Pangeran Benowo adalah Putra Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Pada tahun 1586, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja di Pajang dengan gelar Prabuwijaya. Namun, Prabuwijaya hanya berkuasa 1 tahun. Karena menurut Sunan Kudus, yang berhak menggantikan Hadiwijaya sebagai Sultan Pajang adalah Arya Pangiri, Adipati Demak.
Sejak saat itu, Pangeran Benawa kemudian pergi meninggalkan Pajang. Kesatria yang berhati lembut ini pergi menuju ke barat hingga di suatu wilayah sebagai persinggahan terakhirnya. Di wilayah yang sekarang disebut daerah Pemalang.
Tokoh penting berikutnya adalah Pangeran Purbaya. Seorang keturunan bangsawan Mataram yang sangat mashur dijamannya. Naskah babad mengisahkan bahwa Pangeran Purbaya adalah putra ke dua Raja Mataram, Panembahan Senopati.
Pangeran Purbaya Wafat di Desa Surajaya, Kecamatan pemalang. Putra Raja Mataram ini meninggal dunia pada hari Minggu Wage sore bulan Oktober tahun 1676 Masehi. Tak lama setelah menghadapi Pemberontakan Trunajaya.
Purbaya dimakamkan berdampingan dengan lawan tandingnya, Ki Paselingsingan, di tepian hutan jati Desa Surajaya. Kawasan makam ini sekarang menjadi Objek Wisata Spiritual dengan nama Wippas (Wisata Pangeran Purbaya Surajaya).
Dikisahkan sebelumnya, menjelang akhir hayatnya, pertempuran maut antara Pangeran Purbaya dengan Ki Paselingsingan sampai ke wilayah sekitar Gunung Mendelem. Perkelahian adu ilmu kanuragan dua kesatria ini ditandai dengan percikan kilat bersuara menggelegar seperti suara petir. Di sebuah gundukan sebelah selatan gunung Mendelem, pertempuran berdarah kedua kesatria itu menjadi saksi dan cikal bakal nama dukuh atau tanjakan jalan “Si Bledeg” di Desa Belik.
Pertempuran kesatria Mataram dan Kesultanan Cirebon ini tak berhenti di situ. Di ceritakan, wujud Pangeran Purbaya kemudian menjelma jadi dua. Untuk mengelabui ilmu Ki Paselingsingan yang tangguh, sebuah sosok Purbaya berkelebat menuju dua arah. Satu ke arah barat, sosok Purbaya satunya terus bergerak ke Timur.
Perkelahian mereka berujung seperti layaknya pertempuran Mataram dan Kesultanan Cirebon. Karena berlangsung cukup lama. Tidak selesai dalam hitungan hari dan bulan, tapi sumber orang-orang Desa Surajaya mengungkapkan berlangsung hingga hitungan tahun.
Pada kurun waktu inilah, di wilayah yang sekarang menjadi Desa Gombong, Kecamatan Belik mengawali kisahnya. Saat itu, daerah yang sekarang menjadi Desa Gombong merupakan daerah tandus dan tidak berpenghuni. Daerah ini masih ditumbuhi semak belukar. Namun, diantara semak belukar itu tumbuh pohon-pohon bambu. Bahkan sebagian besar tanamannya ditumbuhi pohon bambu. Kondisi wilayah dimana lebih mirip sebagai hutan bambu.
Sesuai dengan kondisi wilayah sebagai hutan bambu, dalam riwayatnya, kawasan ini di sebut dengan nama Desa Gombong. Kata Gombong sendiri memiliki arti nama bambu berwarna hijau yang berukuran besar. Pohon bambu yang menurut jenisnya termasuk spesies Gigantochloa verticillata. Pohon jenis bambu yang dikenal banyak digunakan untuk bahan tampah atau anyaman lainnya.
Berdasarkan cerita tutur ….