Mengenal Lebih Dekat dengan Kantor Imigrasi Kelas II Pemalang

*Pelayanan Pemohon Nomor 1, Budaya Tertib Jadi PR

Bincang-bincang dengan Kantor Imigrasi Pemalang sangat mengasyikkan. Radar ditemui Kepala Kantor Imigrasi Kelas 2 Pemalang Supartono, Kepala Seksi Lalintuskim Edmon Arwin dan Kepala Seksi Wasdakim Adityo Agung Nugroho. Sekitar 2,5 jam perbincangan sangat tidak terasa. Apa isi perbincangan tersebut? Berikut laporannya. A ASEP SYARIFUDDIN, Pemalang

SIAP MELAYANI – Jajaran Kantor Imigrasi Pemalang terdiri dari Kepala Seksi Wasdakim Adityo Agung Nugroho (kiri) Kepala Kantor Imigrasi Kelas 2 Pemalang Supartono (tengah), Kepala Seksi Lalintuskim Edmon Arwin (kanan).
FOTO: ASEP

PELAYANAN di Kantor Imigrasi pada umumnya dan Kantor Imigrasi Kelas 2 Pemalang pada khususnya selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Dulu-dulu pemohon harus datang sangat pagi untuk mendapatkan nomor antrian paling awal, sekarang bisa booking via online untuk mendapatkan nomor antrian kapan dan nomor berapa. Memang belum bisa diterapkan 100% di semua kantor imigrasi, namun kecenderungannya sudah ke arah sana.

Walaupun sudah semaksimal mungkin memberikan pelayanan, lanjut Supartono, tetap saja masih ditemukan kendala-kendala di lapangan yang menjadikan harapan pemohon untuk mendapatkan passport dalam waktu yang sudah ditentukan tidak terpenuhi. Waktu normal membuat passport adalah tiga hari setelah pembayaran dan pemohon membayar setelah syarat masuk dan diambil foto. Pemohon tidak diperkenankan membayar sebelum syarat selesai dan telah difoto. Biaya membuat passport adalah Rp 355.000.

Biasanya keterlambatan membuat passport tersebut, lanjut Supartono, disebabkan oleh karena syarat-syarat yang harus dilampirkan tidak dipenuhi. Contoh sederhana, seseorang yang membuat passport ke luar negeri dengan tujuan bekerja, maka harus ada surat keterangan dari dinas tenaga kerja bahwa yang bersangkutan benar-benar mau bekerja di luar negeri. Kalau itu belum ada maka passportnya bisa ditangguhkan.

Kejadian lain, tambah Supartono, ada yang membuat passport lewat agen PJTKI dengan biaya yang cukup mahal memaksa untuk membuat passport. Pihak imigrasi menolak karena syaratnya tidak lengkap. Resikonya mereka komplain kepada pihak imigrasi. Namun pihak Imigrasi pun memiliki dasar hukum dan aturan main yang haru dipenuhi, sehingga ketika dijelaskan mereka baru faham. Sementara pemohon yang asli merasa berterimakasih karena ternyata biaya membuat passport tidak semahal yang diminta agen tenaga kerja.

Bacaan Lainnya

Pernah juga pada suatu hari ada yang membuat passport karena ada persoalan emergency. Saat itu ada seorang ibu dan anak yang akan pergi ke Malaysia, ketika antre, ibu tersebut yang tengah sakit muntah darah. Kalau waktu pembuatan lebih lama, bisa ditebak ibu tersebut malah tidak bisa berangkat ke Malaysia. Setelah berkomunikasi dengan pihak Imigrasi Jakarta, kantor pusat, maka si ibu yang sakti tersebut bisa selesai passportnya dalam 1 hari. Namun kasus ini tidak dapat diulang karena akan ada aturan baru, ketika passport jadi lebih cepat maka biaya yang dikenakan juga lebih tinggi.

Pelayanan di kantor Imigrasi Pemalang rata-rata sekitar 100-150 pemohon passport per hari. Yang terbanyak, tambah Supartono adalah untuk umroh. Jumlah tersebut dipantau oleh kantor pusat. Apabila terjadi penambahan kuota, maka segera harus melaporkan penambahan tersebut. Contoh, kalau biasanya 100-150 per hari, kemudian menjadi 200-250 per hari, keesokan harinya harus ada laporan, mengapa terjadi lonjakan jumlah tersebut. Biasanya musim liburan banyak pemohon yang pergi ke luar negeri.

Menurut Supartono, ada persoalan mendasar dalam ketenagakerjaan Indonesia dibanding Philipina. Di Malaysia, tenaga kerja Philipina jauh lebih dihargai ketimbang tenaga kerja Indonesia. Hal pokok yang menjadi pertimbangan adalah persoalan bahasa. Tenaga kerja Philipina jauh lebih mahir Bahasa Inggris ketimbang orang kita. Keterampilan berbahasa ini agak fatal kalau tidak diberikan kepada tenaga kerja Indonesia. Apresiasinya lebih rendah. Kalau tenaga kerja Indonesia digaji Rp 3 juta misalnya, maka tenaga kerja Philipina bisa saja digaji dua kali lipatnya.

Keterampilan berbahasa asing memang bukan ranah kantor imigrasi, tambah Supartono, namun ketika terjadi apa-apa di luar negeri, kantor imigrasi pun harus bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia. Semestinya setelah passport jadi, maka tanggung jawab keberadaan orang-orang Indonesia di luar negeri itu tanggung jawabnya dialihkan ke pihak Departemen Luar Negeri dalam hal ini Kedutaan Besar. Namun, dalam kenyataannya, pihak Kantor Imigrasi tetap tidak bisa lepas tangan.

Program lain, tambahnya, untuk memudahkan pemohon mendapatkan passport adalah memfasilitasi pemohon bekerjasama dengan PT Pos Indonesia untuk membantu mengantarkan passport apabila sudah jadi. Yang harus diingat, kerjasama ini bukan antara kantor imigrasi dan PT Pos, namun antara pemohon passport dengan PT Pos. Artinya, ketika muncul biaya kirim dll, maka itu atas kesepakatan antara pemohon dengan PT Pos. Kantor Imigrasi hanya mencoba memfasilitas pemohon untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan. Itu pun kalau tidak setuju diantar oleh PT Pos, dan mau diambil sendiri, tidak ada masalah. Tidak ada paksaan harus diantar PT Pos. (*)

Penulis: A ASEP SYARIFUDDIN | Radar Pekalongan
Redaktur: Doni Wido

Sumber Berita

قالب وردپرس

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.