Menjadi Wanita Radikal
Bagi yang usai membaca Tetralogi Pram,tentu tidak asing dengan nama Siti Soendari. Selain Marco, Pram juga menunjukan Siti Soendari sebagai murid dari Minke yang merupaka Raden Mas Tirto Adisoerjo, bapak Pers Indonesia. Soendari disebutkan Pram memiliki keahilan sebagai Agitator kaum buruh di Semarang. Soendari merupakan sedikit wartawati pertama pada awal abad 19. Yang menarik Siti Soendari ditulis Pram adalah wanita kelahiran Pemalang. Benarkah demikian?
Dari catatan sejarah, memang menunjukan Soendari adalah kelahiran Pemalang. Semisal yang ditulis oleh Vivi Widyawati, Soendari adalah anak dari dari seorang Pegawai Pegadaian Negeri Pemalang. Soendari dibesarkan oleh bapaknya–yang lulusan STOVIA —dalam lingkungan yang sadar pendidikan. Dia terlahir dengan nama Siti Soendari Ruwiyo Darmobroto, anak terakhir dari dua bersaudara. Ayahnya adalah sahabat dari Tirto Adhi Suryo.
Sungguhpun demikian, tidak ada data lengkap, dimana Soendari pernah tingal di Pemalang. Cukup sulit menemukan data tentang Soendari. Soendari menempuh pendidikan HBS di Semarang, Soendari sudah aktif dalam kegiatan keorganisasian seperti menjadi aktivis Jong Java, Pemalang Bond. Selama bersekolah di HBS Soendari, aktif dalam VSTP (Perkumpulan buruh kereta api), ia juga anggota dan juga pengurus VSTP (Perkumpulan buruh kereta api). Setelah lulus HBS, Soendari menjadi guru disebuah sekolah swasta di Pemalang.
Dalam sebuat rapat, Pram menggambarkan semangat Ndari ketika berpidato di depan Buruh VSTP :
Dengan suara lantang dan berapi-api, dia tampil dihadapan ribuan buruh pada sebuah vergadering yang diadakan oleh Vereeniging Van Spoor en Trampersoneel(VSTP ) di Semarang. Seolah-olah tidak pernah habis kata-kata keluar dari mulutnya ketika berbicara tentang penjajahan kolonialisme, membuat semua perserta vergadering terkesima bukan hanya karena dia seorang perempuan, tetapi karena keulungannya dalam merangkai kata demi kata menjadi kalimat yang membangkitkan semangat perlawanan. Hidup Ndari! Hidup Ndari! bergema begitu dia selesai berpidato.
Situasi politik pada waktu Soendari mulai terlibat dalam pergerakan yang memang sedang meninggi, aksi-aksi pemogokan terjadi dimana-mana, organisasi-organisasi perlawanan pribumi tumbuh, pembakaran ladang-ladang tebu, memberikan landasan obyektif mendorong kemajuan Soendari.
Soendari kemudian pindah ke Pacitan, dan tetap menjadi seorang guru pada salah satu sekolah dasar Budi Moeljo—sekolah yang disubsidi oleh Pemerintahan Belanda— Akhirnya Soendari dipecat oleh sekolah tersebut karena tekanan Belanda yang tidak suka dengan aktivitas politik Soendari. Di Pacitan pula Soendari, mendirikan VSTP cabang Pacitan.
Soendari diduga banyak terlibat dalam perisitiwa pemberontakan rakyat, hal ini karena keaktifannya dalam dunia pergerakan, khususnya dalam VSTP. Adapun cara yang digunakan Belanda untuk menghentikan aktivitas Radikal Soendari, ialah dengan meminta kepada sang Bapak untuk mengawinkannya, karena dengan perkawinan dianggap akan mengakhiri aktivitas politik dan organisasi. Tetapi sekali lagi, dia menolak perkawinan atas dirinya, meski atas permintaan sang bapak sekalipun.
Meski pada akhirnya, Soendari tetap dipnigit, namun hal ini tidak menghentikan aktivitas Organisasinya. Malah dalam beberapa catatan, Soendari semakin radikal dalam menentang Pemerintah Radikal. Dari beberapa Sumber, pada akhirnya Soendari dibawa Ayahya ke Belanda, dan tidak pernah terdengar lagi kabarnja.
Cara kaum Kolonial dengan menekan orang tua anak yang menentang pemerintah Kolonial, juga dialam oleh aktivis Perhimpunan Indonesia di Belanda. Perkumpulan Pelajar tersebut, cukup aktif memperjuangkan kemerdekaan. Hatta, yang jelak menjadi Wakil Presiden pertama kita menceritakan, bahwa beberapa kawanya dihentikan biaya kuliah oleh orang tua mereka, apabila masih menentang pemerintah Kolonial.