Pada hari Jumat tanggal 19 Oktober pukul 15.30 Wib, sekitar 15 orang pemuda yang dipimpin Sumargo dan Rustamaji, dengan menggunakan bus pabrik Gula Comal merangsek mengepung pendopo. Bapati Pemalang R.T. Taharjo Sosoro Adi Kusumo dan Patih Raden Sumarto, dipaksa untuk ditempatkan di penjara kota Pemalang. Alasannya, rakyat sedang memprsiapkan diri untuk menyerang Kantor Kabupaten dan kantor-kantor pemerintahan lainnya.
Beberapa jam setelah itu, pergolakan politik mengalami puncaknya. Rumah seorang lurah, camat, dibakar dan rumah-rumah lainnya dirampok. Malamnya, orang-orang secara berkelompok memadati jalan-jalan kota Pemalang untuk mencari para koruptor. Pada jam 22.00 wib, orang-orang tiba di Kantor Kabupaten, tetapi tidak seorang pun mereka temukan dikediamannya. Mereka kemudian ke rumah Sekretaris Kabupaten, memasukinya dan mengobrak-abriknya.
Rumah-rumah para priyayi yang dianggap korup diserang. Semua pejabat yang diduga melakukan tindak korupsi ditahan, kedua tangannya diikat diatas kepala, dan dibawa kelapangan tenis alun-alun kota Pemalang. Sementara Bupati dan Kepala Polisi di culik oleh pemuda untuk dilindungi.
Para pemuda santri di Pemalang, baik yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Arab Indonesia (GPAI) maupun Hizbullah, memiliki peran penting pada awal revolusi sosial. Mereka menyerukan bahwa idiologi tidaklah penting. Semboyan mereka yaitu, “kami bersama-sama, kami bersatu”. Para santri memimpin kelompok-kelompok pemuda dan dipersatukan untuk menghancurkan koruptor.
Anton Lucas menyebut, persatuan golongan Islam dan Nasionalis menjadi ciri dan pola gerakan sosial politik di Pemalang. Kelompok Islam pimpinan H. Zaini dan Nasron bersama dengan pemimpin sosialis berpendidikan barat membina kerjasama dan menjadi contoh pola gerakan sosial politik tersebut.
Setelah pergolakan sosial dan politik di Pemalang ini, pada hari Sabtu 20 Oktober 1945, rapat umum di alun-alun Pemalang, Supangat diangkat sebagai Bupati Pemalang. Supangat mengeluarkan seruan kepada rakyat bahwa tidak ada lagi pembakaran rumah dan pembunuhan. Seruan Supangat yang dipatuhi, menjadi penanda adanya perbedaan penting antara gerakan revolusioner di Pemalang dengan yang di Brebes dan Tegal yang terpecah belah. Supangat berhasil menyatukan para aktivis pejuang kemerdekaan angkatan 1926, angkatan 1930-an, angkatan muda dan para pemimpin nasionalis Islam.
Pada masa revolusi sosial ini, di Kecamatan Talang, Tegal muncul seorang tokoh jagoan bernama Kutil. Dalam kisah kehidupan dan kematian Kutil dimitoskan oleh sejarah. Kutil adalah tokoh revolusioner paling berpengaruh di tiga daerah. Ia menjadi orang pertama dalam sejarah Nerara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Pekalongan. Di Wilayah Karsidenan Pekalongan, diriwayatkan bahwa Kutil dikenal sebagai algojo yang telah membunuh banyak orang yang sadis dan anarkhis. Peristiwa Tida Daerah ini juga dikenal sebagai “Gerakan Kutil”.
Kutil sendiri adalah anak seorang pedagang emas dari Taman, Pemalang, nama aslinya adalah Sachjani. Kisah Kutil sendiri, sekolah hanya sampai kelas dua Sekolah Rakyat (SR). Sewaktu kecil, ia banyak tumbuh bintik-bintik kutil di wajahnya, namun setelah dewasa kutil di wajahnya menghilang. Itu mengapa, banyak orang menyebutnya dengan Kutil.
Sesudah dewasa Kutil pindah ke Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Ia menempati rumah yang dibeli ayahnya di Dukuh Pesayangan dan membuka tempat usaha sebagai tukang cukur (pangkas rambut). Diriwayatkan, sebilah pedang panjang (gobang), selalu digantung di sebelah dinding sebelah kaca. Tak ayal, tukang-tukang cukur lainnya memilih angkat kaki karena takut bersaing dengan Kutil.
Pada penghujung tahun 1930-an, Kutil pernah mencalonkan diri dalam pemilihan lurah Desa Kajen, tetapi kalah dengan selisih satu suara saja. Dalam perjalan revolusi sosial di tiga daerah ini, pada bulan Oktober 1945, Kutil membentuk organisasi Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) yang berideologi kiri yang bertujuan untuk membagi kekayaan. Selain itu, AMRI juga memiliki agenda menumpas orang-orang yang dicurigai sebagai agen NICA, yang dianggap menjadi pengkhianat Republik Indonesia. NICA atau Netherlands Eastern Forces Administration, adalah agen pemerintahan Sipil Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk memerintah kembali setelah Jepang kalah.
Oleh : Bambang Mugiarto
Sumber : Buku Peristiwa Tiga daerah, Karya Aton Lukas